Moneter.id – Selama periode 2014-2019 dalam kepemimpinan Presiden
Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kontribusi industri pengolahan rata-rata
sebesar 20% terhadap PBD nasional.
“Kalau
kita lihat dari data statistik terakhir, neraca perdagangan nonmigas itu kan positif
USD4,6 miliar.
Kemudian kalau kita lihat dari tingkat investasi, terus bertumbuh. Apalagi kita
baru menyelesaikan beberapa regulasi terkait pemberian insentif fiskal, seperti
tax holiday, mini tax holiday hingga super deduction tax,”
kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (19/10).
Menperin
menegaskan, pemberian insentif fiskal tersebut mampu menggenjot daya saing industri
di dalam negeri. “Untuk Juknis super deduction tax yang vokasi, PMK-nya
sudah keluar, tinggal kita tunggu yang terkait inovasi. Kita juga sudah
memberikan mini tax holiday untuk industri padat karya. Tentu ke depan,
kita berharap industri padat karya menjadi sektor yang terus tumbuh dan
berkembang,” ujarnya.
Airlangga
menjelaskan, di tengah kondisi perekonomian global saat ini, ada potensi
investasi masuk ke Indonesia untuk membangun sektor industri padat karya. Mereka
antara lain dari sektor industri tekstil, pakaian, dan alas kaki.
“Sebab
ada shifting order dari Amerika ke sejumlah negara potensial, termasuk ke
Indonesia karena dianggap memiliki kondisi ekonomi dan politik yang stabil,”
ungkapnya.
Oleh
karena itu, pemerintah sedang memfasilitasi penyediaan kawasan industri untuk
para investor tersebut, seperti di wilayah Jawa Tengah. “Kami harapkan infrastrukturnya
di sana semakin lengkap dan terintegrasi,” imbuhnya.
Airlangga
menambahkan, pihaknya tengah fokus menarik investasi dari sektor yang dapat
menunjang implementasi industri 4.0. “Contohnya industri elektonik yang terkait
dengan internet of things ataupun computer peripheral. Ikon
sektor ini sudah mulai masuk ke Indonesia, seperti Pegatron di Batam yang
investasinya USD40 juta, dengan target ekspornya mencapai USD1 Miliar.
Korporasi besar lainnya adalah Compal yang mulai melirik Indonesia,” paparnya.
Bahkan,
dengan disepakatinya Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia Korea
(IK-CEPA), rencananya ada investasi yang masuk dari sektor industri otomotif. “Semuanya
kan sudah difinalisasi, yang akan ditandangani pada bulan November. Jadi,
investasi industri yang besar-besar bakal masuk,” ujarnya.
Kementerian
Perindustrian mencatat, realisasi investasi sektor industri pengolahan periode
2015 sampai semester I/2019
berhasil mencatatkan total nilainya sebesar Rp1.173,5 triliun.
Salah
satu realisasi investasi ini dapat dilihat pada program penumbuhan dan
pengembangan industri smelter sampai tahun 2019, terdapat 46 perusahaan yang
telah berinvestasi sebesar USD50,4 Miliar, dengan penyerapan tenaga kerja
langsung lebih dari 64.000 orang.
Kapasitas
smelter yang telah dibangun diantaranya stainless steel sebanyak 3,8
juta ton per tahun, baja dasar 6,2 juta ton per tahun, dan paduan logam dasar
4,6 juta ton per tahun. “Oleh karena itu, pemerintah saat ini bertekad untuk terus
menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kemudahan izin usaha
serta pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” lanjutnya.
Sementara, nilai ekspor sektor
industri mengalami peningkatan setiap tahunnya selama 2015-2018. Pada tahun
2015, tercatat nilai eskpor sektor industri sebesar USD108,6 Miliar, melonjak
menjadi USD130 Miliar sepanjang 2018. Sedangkan, untuk periode Januari-September
2019 mencapai USD93,7 Miliar atau menyumbang 75,51 persen terhadap total ekspor
nasional yang mencapai USD124,1 Miliar.
“Capaian
itu menandakan bahwa industri kita memiliki daya saing yang kuat di kancah
global,” ujar Menperin.
Peningkatan
nilai ekspor juga sejalan dengan penambahan kapasitas produksi pada beberapa
industri prioritas, salah satunya industri pengolahan kelapa sawit dan
turunannya antara lain refinery dari 45 juta ton (2014) menjadi 64 juta
ton (2019), oleofood dari 2,5 juta ton (2014) menjadi 2,75 juta ton
(2019), biodiesel dari 7,2 juta ton (2014) menjadi 16 juta ton (2019),
dan ragam produk hilir dari 126 produk (2014) menjadi 170 produk (2019).
Dari
sektor otomotif, produksi tahun 2018 mencapai 1,34 juta unit dengan kapasitas
terpasang sebesar 2,25 juta unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1,5
juta orang. Selain itu, terjadi peningkatan nilai ekspor CBU, CKD, dan komponen
selama 2015-2019 dan pada Januari-Agustus 2019 mencapai USD3,8 Miliar.
Menperin
mengatakan, penumbuhan populasi industri di dalam negeri setiap tahunnya juga selalu
meningkat. Penambahan jumlah industri skala menengah dan besar mengalami
peningkatan dari tahun 2015 sebanyak 1.744 dan di tahun 2018 sebanyak 7.653
unit, diperkirakan tahun 2019 akan terjadi penambahan 9.000 unit.
Menperin
pun menegaskan, pertumbuhan dan pengembangan industri tidak selalu berfokus di
Pulau Jawa. Ini guna mewujudkan visi Indonesia-sentris. Pengembangan
perwilayahan industri melalui pembangunan Kawasan Industri (KI) telah berhasil
membangun dan beroperasi delapan Kawasan Industri baru, dalam tahap konstruksi
sebanyak empat KI, dan dua KI masih dalam tahap perencanaan.
Untuk
mendukung penumbuhan IKM di luar Pulau Jawa, sepanjang tahun 2015-2019 telah
berhasil dibangun 22 sentra, 14 di antaranya sudah beroperasi yaitu di
Kabupaten Luwu, Manggarai Timur, Sijunjung, Payakumbuh, Balikpapan, Aceh Besar,
Sinjai, Bitung, Alor, Meranti, Bantaeng, Kolaka, Dharmasraya, dan Morowali.
Menperin
menyebutkan, jumlah tenaga kerja industri dalam lima tahun mengalami kenaikan,
penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 18,23 juta orang pada
Februari 2019.
“Guna
meningkatkan kualitas tenaga kerja yang terserap, Kementerian Perindustrian
telah melakukan pengembangan SDM industri yang kompeten melalui pendidikan
vokasi industri berbasis kompetensi menuju dual system yang berhasil terserap langsung
di industri sebanyak 17.630 orang lulusan (2015-2018),” paparnya.