Moneter.co.id – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar
Pandjaitan menyebut Bank Dunia mengkritisi kebijakan pemerintah Indonesia yang
melakukan negosiasi perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan sejumlah pengembang swasta.
“Negosiasi yang dilakukan
dikhawatirkan membuat investor mengalami kesulitan karena perubahan,” kata Luhut, Kamis (23/11).
Menko Luhut mengapreasiasi
capaian Indonesia dalam makro ekonomi juga lompatan kemudahan bisnis yang naik
ke peringkat 72.
Di balik kondisi tersebut, masih ada sejumlah masalah kecil
yang perlu ditinjau karena memiliki dampak yang mengganggu investasi.
“Misal masalah listrik, kalau sudah PPA itu
ya sudah final. Jangan lagi ada evaluasi lagi. Jadi sekali PPA ditandatangan ya
sudah selesai. Sudah final,” katanya.
Luhut mengatakan proses amandemen PPA bukannya tidak perlu
dievaluasi, namun mungkin seharusnya masuk di proses baru.
Hal itu diingatkannya sebagai bentuk evaluasi untuk mendukung
iklim investasi yang mendukung investor menanamkan modal di Indonesia.
“Kita evaluasi semua yang menurut orang
investasi luar (investor asing) jadi ribet gini, kita pastikan,” katanya.
Ada pun terhadap proses amandemen PPA yang tengah berjalan
seperti di IPP Jawa III, lanjut Luhut, dipersilakan untuk terus melanjutkan
proses renegosiasi. “Nanti biarkanlah mereka berproses, tapi kritik ini
terima juga dengan baik. `Overall` (secara menyeluruh) saya rasa tidak ada hal
besar. Tapi hal hal kecil itu bisa mengganggu kalau kita tidak
perhatikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan Andy N Sommeng melayangkan surat kepada PLN berisi saran
untuk melakukan peninjauan kembali semua PPA pembangkit listrik swasta PLTU
skala besar yang berlokasi di Jawa.
Tujuan peninjauan tersebut adalah agar harga jual tenaga
listrik pembangkit tersebut paling tinggi sebesar 85 persen dari biaya pokok
pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat. (HAP)