Moneter.id – Uni Eropa (UE)
akan tetap menjadi pasar paling terbuka untuk minyak sawit Indonesia. Demikian
disampaikan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend, Sabtu (16/06)
malam.
Pernyataan tersebut
didasarkan pada hasil pertemuan antara Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan Dewan
Uni Eropa mengenai revisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II) yang
telah dilaksanakan pada 14 Juni lalu.
Sebagai upaya
Uni Eropa melawan perubahan iklim, pertemuan tersebut telah menyepakati revisi
Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II). Revisi mencakup pengurangan
bertahap dari sejumlah kategori biofuel atau bahan bakar nabati tertentu yang
turut dihitung untuk memenuhi target penggunaan energi terbarukan yang ambisius
yakni sebesar 32% pada 2030.
“Biofuel akan dikaji
dengan perlakuan yang sama, tanpa melihat sumbernya. Teks RED II tidak akan
membedakan atau melarang minyak sawit,” kata Dubes Guerend.
UE menjelaskan, tidak ada
rujukan khusus atau eksplisit untuk minyak sawit dalam Teks RED II. Ini
berarti, tidak ada larangan ataupun pembatasan impor minyak sawit atau biofuel
berbasis minyak sawit.
Ketentuan yang relevan
dalam RED II hanya bertujuan mengatur sejauh mana biofuel tertentu dapat
dihitung oleh negara-negara anggota Uni Eropa untuk mencapai target energi
berkelanjutan mereka.
“Pasar Uni Eropa tetap
terbuka untuk impor minyak sawit. Bagi Indonesia, Uni Eropa adalah pasar ekspor
minyak sawit terbesar kedua, dan impor Uni Eropa telah meningkat secara
signifikan pada 2017 sebesar 28%,” tutur Guerend.
Termasuk dalam kerangka
peraturan yang baru ini adalah target energi terbarukan yang mengikat untuk Uni
Eropa yakni sekurang-kurangnya sebesar 32% pada 2030 dibanding 27% sebelumnya.
Persentase ini mungkin ditingkatkan lagi setelah tinjauan pada 2023.
Hal ini akan memungkinkan
Eropa untuk mempertahankan perannya sebagai pemimpin dalam upaya melawan
perubahan iklim, dalam melakukan transisi ke energi ramah lingkungan.
Eropa juga akan memenuhi
tujuan yang ditetapkan oleh Kesepakatan Paris, yaitu membatasi pemanasan global
hingga 2 derajat Celcius, serta mencapai keseimbangan antarasumber dan rosot
(sink) gas rumah kaca pada paruh kedua abad ini atas dasar pemerataan,
pembangunan berkelanjutan, dan upaya pemberantasan kemiskinan.
Setelah kesepakatan politik
dibuat pada 14 Juni 2018, teks arahan RED II harus secara resmi disetujui oleh
Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa. Usai disahkan oleh kedua badan legislasi
tersebut dalam beberapa bulan mendatang, Arahan Energi Terbarukan yang
diperbarui (RED II) akan dipublikasikan dalam Jurnal Resmi Uni Eropa danakan
mulai berlaku 20 hari setelah publikasi.
Negara-negara anggota Uni
Eropa harus mengambil elemen-elemen baru dari RED II dan menjadikannya bagian
dari undang-undang nasional paling lambat 18 bulan setelah tanggal mulai
berlakunya.
(HAP)




